Siang menjelang sore di akhir sekolah hari itu, Adha pulang dengan muka merengut kesal. Kembali Radit, siswa paling nakal di kelasnya, mem-bully-nya lagi. Dia tambah marah kepada dirinya sendiri, karena tidak sanggup membalas. Oh, tidak! Jelas dia tidak berani. Karena Radit jauh lebih besar dan lebih tinggi darinya.
Mama yang menyambut di pintu, mungkin melihat wajah kesalnya. “Apa yang membuat anak Mama pulang dengan wajah kesal hari ini?” Tegur Mama dengan lembut. Adha malah langsung memeluk Mamanya. Sepertinya, dia benar-benar butuh kehangatan dan perlindungan, yang memang selalu diberikan orang tuanya. “Ayo cerita sama Mama, sayang?” desak Mama sambil menatap wajah anak semata wayangnya.
“Aku kesal, Ma!” Adha hanya berkata pendek. Mama hanya tersenyum menguatkan.
“Mama, tahu. Makanya mama tanya, apa yang bikin kamu kesal, hari ini?”
“Iya, masa tadi Radit kembali mengolok-olok Aku. Katanya, aku cengeng dan pengecut.” Adha bercerita berapi-api.
“Memangnya, ada kejadian apa, sampai temanmu mengatakan seperti itu?” Mama terus menggali ceritanya.
“Apa, ya? Aku kok, lupa.” Adha agak berpikir keras, “oh, iya. Tadi tuh, Aku, Dio dan Ardi lagi main tebak-tebakan. Tiba-tiba aja, Radit datang dan mengajak jajan ke luar. Tapi aku ngga mau, karena sebentar lagi masuk. Lagi pula, kan memang ngga boleh jajan di luar sekolah. Eh, Radit malah bilang, kalo aku cengeng dan pengecut, karena ngga mau jajan ke luar.” Adha akhirnya bisa bercerita dengan lancar. Mama tersenyum.
“Trus, menurut kamu sendiri, Kamu, pengecut dan cengeng, ngga?”
“Ya, engga dong…” Adha menjawab sambil kembali merengut.
“Jadi, kenapa kamu marah, Radit bilang seperti itu?” Mama mengingatkan.
“Ya, kesal aja. Dikatain begitu.”
“Ya, sudah. Sekarang masih kesal?”
“Ngga, sih. Kan udah ngga ngeliat, Radit.” Adha menjawab lucu
Ya, sudah. Sekarang istirahat dulu. Setelah itu sholat.” Mama menghentikan pembicaraan. Adha mengiyakan dan langsung berlari ke kamar, ganti baju, dan tidur-tiduran. Dan ketika adzan Asar berkumandang, dia pamit kepada mama untuk menjemput teman-temannya sholat di musholla.
*****
Bagaimana cerita Adha selanjutnya untuk belajar menjadi Muslih? Ini antologi anak pertama yang ditulis oleh Alifadha Pradana. Temukan kisah lainnya yang penuh hikmah dan bisa menjadi cerita menjelang tidur untuk anak-anak kita.
No Responses