KAU TETAP ANAKKU

KAU TETAP ANAKKU

KAU TETAP ANAKKU

Pertama kali tahu, kau sedang tumbuh di rahimku, hanya kebahagiaan saja yang kurasa saat itu. Meskipun kemudian hampir setiap hari terasa mual, lemas dan berbagai keumuman lain yang dirasakan seorang wanita hamil, semua itu tak menghapus keriangan hatiku menikmati perkembanganmu.

Kemudian detik berganti menit, berubah menjadi jam, lalu menuju hari, beralih ke minggu melaju menjadi bulan, kàu makin berkembang.

Saat usiamu masih di hitungan minggu ke-28, ada vlek yang keluar dari rahimku. Jujur aku khawatir berkepanjangan, sehingga memutuskan untuk langsung memeriksakan diri. Syukurlah, tak ada yang membahayakan.

Tapi ketika hanya beberapa hari kemudian kurasakan mulas yang menunjukkan tanda-tanda persalinan, kekhawatiran ku makin meresahkan. Apalagi setelah bidan memastikan, bahwa sepertinya kau mulai tak sabar ingin hadir menunjukkan diri, aku hanya bisa berpasrah diri. Semoga tak ada sesuatu yang membahayakan terjadi pada kita, terhadap kau maupun aku.

Kelahiranmu yang lebih cepat dua bulan dari seharusnya, membuat penampilan tubuhmu tak melebihi besarnya lenganku. Hampir sebesar boneka mungil yang dulu sering kumainkan saat  belia. Tapi wajahmu yang menggemaskan, tebal rambutmu yang menakjubkan dan kehalusan kulitmu yang menggetarkan, telah menggantikan semua kecemasan.

Aku bersyukur atas anugerahNya berupa dirimu, dan bahagia dengan kehadiranmu

Kemudian mulailah hari-hari melelahkan itu. Ketika aku mulai sibuk memantau semua kemajuan tumbuh kembangmu. Saat rasa khawatir itu, ternyata mulai kembali menjelma.

Mengamati lambatnya responmu terhadap semua stimulasi yang aku berikan, semua yang dokter sarankan, mulai membuat hari-hariku berubah menjadi kekacauan lagi. Bagaimana tidak, semua respon yang kau tunjukkan merupakan tanda-tanda retardasi mental. Hatiku mulai rapuh. Kemudian semakin melemah karena kecewa.

Aku mulai melancarkan sesuatu yang selama ini sama sekali tak pernah kulakukan, aku mulai menghujat Tuhan. Aku melampiaskan semua kekecewaan yang kurasa karena keadaanmu. Aku marah karena menganggap Tuhan tidak adil padaku dengan kondisimu.

Sampai akhirnya ketika tangan mungilmu menggapai wajah lelahku sehabis menangis seharian, aku tersadar. Setelah berlama-lama menatap wajah mungilmu yang masih serupa saat dilahirkan. Merabai halusnya kulit beliamu, juga menikmati senyuman bayimu, mataku mulai mengembun. Hatiku perlahan melembut, menetralkan amarah yang tadinya berkecamuk di sana.

Memang bukan salahmu dilahirkan dengan kondisi seperti ini. Juga bukan keinginan kita, bahwa kehadiranmu menjadi ujian kesabaran untukku. Tapi memang ini lah kenyataan yang harus aku hadapi. Takdir Tuhan memang tidak selalu menyenangkan. Tapi Dia pasti Tahu semua yang terbaik untukku.

Maafkan aku anakku, putri mungilku. Tidak seharusnya aku menolakmu. Karena, bagaimana pun keadaan dan kondisimu kau adalah anakku. Anugerah Tuhan terbaik dalam hidupku…

 

Majalengka, 13 Maret 2017

banner 468x60

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

No Responses

Comments are closed.