Ketika Mas Alif Pergi

Ketika Mas Alif Pergi

Anak-anakmu bukanlah anak-anakmu.
Mereka adalah putra dan putri kehidupan untuk dirinya sendiri.
Mereka datang melalui engkau tapi bukan dari engkau,
Dan meskipun mereka ada bersamamu tapi mereka bukanlah milikmu

(Kahlil  Gibran)

Berita  Mengejutkan.

Serasa mendengar suara petir di siang hari panas tak berhujan, saat seorang anak bersama satu orang dewasa mengabarkan, bahwa putra sulungku Mas Alif yang berusia 11 tahun, tenggelam di Bendungan Kamun.

Astaghfirullahal’azhiim!

Mas Zen langsung bergegas keluar, menstarter motor dan ngebut menuju lokasi kejadian.

Setelah berganti pakain dan menitipkan Adha, aku pun menyusul dengan menumpang mobil tetangga, yang anaknya juga ikutan ngojay bersama Mas .Alif

Astaghfirullahal’azhiim! Astaghfirullahal’azhiim! Astaghfirullahal’azhiim!

Sepanjang jalan, hanya kata-kata itu yang terucap dalam hati. Setelah melihat letak lokasi yang cukup jauh dari rumah, aku hanya membatin, ya Allah, kenapa Mas Alif main sampai jauh-jauh ke sini?

Setelah keluar dari mobil, kucari jalan turun ke lokasi bendungan. Ketika melihat besarnya bendungan, hati langsung bergetar, Ya Allah semoga Kau selamatkan Mas Alif.

Akhirnya aku bertanya pada enam anak yang berkumpul ketakutan, yang ternyata teman-teman Mas Alif ngojay.

Emang di mana Mas Alif tenggelamnya?” diri ini bertanya sambil berharap, semoga dia tenggelam di tempat di mana aku bisa ikut berenang dan mencari.

“Di sana Bu,?” jawab mereka sambil menunjuk satu titik yang menurutku lumayan dalam. Tubuh ini langsung lemas dan memperkirakan, bahwa walaupun Mas Alif ditemukan, kemungkinan besar, dia sudah meninggal. Astaghfirullahal’azhiim! Ya Allah tolong selamatkan anakku.

 

Pencarian.

Aku menghampiri suami dan menanyakan orang-orang yang akan menyelam dan mencari tubuh Mas Alif. Ternyata sebenarnya ada dua orang yang bisa, tapi tidak berani untuk turun dan menyelam, kalau hanya berdua. Mas Zen akhirnya meminta mereka agar lebih cepat mencari teman, sambil mengatakan agar jangan khawatir soal uang. Karena kami siap membayar.

Sambil termenung, berdiri persis di atas tepian tempat anakku tenggelam, seraya melihat sekeliling bendungan yang lebarnya lebih dari 100 meter dan kedalaman lebih dari 6 meter. Di mana aliran sungainya memanjang sampai ke Rentang dan Indramayu. Aku tertegun dengan pikiran kosong. Ingin rasanya menangis, tapi tidak ada air mata yang keluar.

Melihat sekeliling bendungan yang mulai dipenuhi orang, juga para petugas kepolisian dari wilayah sekitar, diri ini hanya bisa ngebatin, ngapain polisi-polisi itu kemari, kalau mereka tidak mau melakukan usaha untuk mencari Mas Alif? Aku tidak butuh penonton.

Masih berdiri tertegun di pinggiran bendungan, tak kuhiraukan teguran orang yang menyuruh untuk duduk di tempat teduh. Aku kembali melihat sekeliling sambil memperkirakan arah kiblat. Mencoba bersujud dan berdo’a, Ya Allah tolong selamatkan putraku.

Terngiang-ngiang di benakku kata-kata ustadz Yusuf Mansur, kunci saat menghadapi musibah dan masalah apa pun, Allah dulu, Allah lagi, Allah terus. Teringat diri ini belum sholat Asar,  kucari suami dan meminta kunci motor. Aku ingin pulang dulu dan sholat di rumah.

“Hati-hati, jangan ngebut.” Ujar Mas Zen mengingatkan.

“Iya.” Jawabku

Astaghfirullahal’azhiim! Astaghfirullahal’azhiim! Astaghfirullahal’azhiim!

Sampai di rumah, tetangga sudah berkumpul dan menanyakan kabar. Aku hanya menggeleng dan menjawab lirih

“Belum ketemu. Belum ada yang bisa turun dan mencari.”

Kuajak Adha untuk ikut sholat asar dan sholat hajat dua rokaat sambil menyuruhnya berdo’a, Ya Allah tolong selamatkan Mas Alif.

Dalam sujud terakhir, di dua rakaat sholat hajat, aku memohon, Ya Allah bila kehidupan lebih baik untuk Mas Alif, tolong selamatkan ia dan pulihkan ke kondisi semula. Tetapi bila kematian lebih baik untuknya, Tolong beri kami semua yang ditinggalkan, kekuatan, ketegaran, kesabaran dan keikhlasan untuk menerima takdir ini. Karena aku yakin Engkau Maha Mengetahui yang terbaik untuk hambaMu.

 

Apa yang terjadi kemudian? Perasaan apa saja yang memenuhi benak keluarga yang ditinggalkan? Komentar apa saja yang diucapkan orang terhadap mereka yang sedang kehilangan? Apakah memang ada penghiburan dan empati yang didapatkan atau malah cibiran dan kepura-puraan? Semua bisa diketahui dalam buku “Catatan Hati Ibunda” karya Asma Nadia dkk yang memuat kisah sejati Ibunda Mas Alif.

 

banner 468x60

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

No Responses

Comments are closed.