HIDUP PALING INDAH
Mengapa sampai detik ini, aku masih bertahan hidup? Panjang sekali alasan yang mungkin akan aku lontarkan sebagai jawaban atas pertanyaan tadi. Namun, tetap saja bagiku, pertanyaan ini adalah soal tersulit dalam hidup. Karena dengan menjawabnya, untuk menyusun rangkaian kalimat sebagai penjelasannya, berarti akan membuka konsep berpikirku. Sama saja dengan menggali kembali semua ingatan peristiwa, yang selama ini tersimpan rapi di memory utama. Dan itu juga bermakna mengurai setiap tahap dari proses pematangan diri…
Tapi, sudahlah. Suka atau tidak, aku harus melakukannya…
Sejak aku memahami arti namaku, saat itu aku mulai tahu dan sadar diri bahwa hidup bagiku bukan hanya sekedar lahir – tumbuh – menjadi dewasa – menua dan kemudian mati tanpa arti. Semenjak itu juga, aku paham bahwa hidup yang akan aku jalani, meski penuh dengan onak dan duri, walau sarat luka dan duka, kendati lengkap dengan derita dan nestapa, tetap akan selalu aku nikmati, detik demi detiknya.
Saat awal mengetahui peran yang dijalani ayah, juga tugas yang dilalui semua ibuku, selalu membuat aku mampu memilih hikmah terbaik, dari apa pun lakon yang aku maknai.
Dari semua perjalanan panjang pemahaman itu, atas setiap hikmah yang aku resapi, seluruhnya melahirkan keyakinan, bahwa hidupku yang hanya satu kali ini harus selalu memiliki arti…
Jadi, alasan yang membuat aku tetap bertahan sejauh ini, adalah Keyakinan.
Bahwa hidup adalah anugerah terindah dari Sang Pemilik Jagat. Yang harus selalu disyukuri apa pun kondisinya, dengan mengisinya melalui rangkaian aktivitas pembuktian seorang hamba, yang sadar akan kelemahan diri. Yang akan terus berusaha memaknainya, dengan apa pun yang dipunya, asal Sang Empunya suka.
Bahwa hidup yang dikhidmati, meski hanya satu kali kita lalui, akan sarat oleh hikmah. Akan selalu kembali pada kita dalam bentuknya yang terindah.
Jadi, akan selalu kunikmati hidup apa adanya. Meski warnanya hanya hitam dan putih saja. Tak akan ada bedanya. Karena di lukisan hidupku, selalu aku buat pelangi, di balik awan hitam dan terangnya kilat yang menyambar. Senantiasa kulukis bibir yang menyunggingkan senyum, meski juga ada air mata yang mengalir.
Sungguh, akan tetap kuteguhi anugerah hidup yang kujalani. Meski itu berarti, ada cacian dan hujatan yang akan aku dapatkan. Kendati aku harus menerima siraman air garam, yang akan memerihkan setiap luka. Aku akan tetap meneguhinya. Karena, itu arti nama yang selama ini kusandang, kesungguhan…
Majalengka, 17 Maret 2017
No Responses