KOMUNITAS MENULIS

KOMUNITAS MENULIS

– Menulis berbeda dengan Penulis.

Yang pertama bisa sendiri,

yang kedua butuh teman

(Kampus Fiksi 27 April 2013)

Sejak senang menulis, saya hanya sekedar mengumpulkan dan menyimpan semua hasil tulisan, di catatan pribadi saja. Waktu itu belum ada keberanian untuk mempublikasikan, apalagi mengirimkannya ke media. Pertama karena merasa semua yang saya susun  cuma karya picisan, yang kedua karena belum yakin, bahwa karya saya akan diterima orang lain. Pikiran-pikiran negatif yang membelenggu seperti ini berlangsung bertahun-tahun lamanya.

Saya mulai memberanikan diri mempublikasikan karya, dalam artian menyebarluaskannya agar bisa dinikmati banyak orang, saat mengikuti workshop kepenulisan bersama Asma Nadia. Waktu itu, sebagai tugas, semua peserta diharuskan membuat satu tulisan, boleh fiksi maupun non-fiksi. Saat itu, karena baru saja ditinggalkan putra tercinta, saya menuangkan semua kesedihan karena kehilangan, juga kekecewaan yang terasa karena dipersepsikan berbeda oleh orang-orang sekitar, dalam tulisan non-fiksi “Ketika Mas Alif Pergi”.

Tentu saja, tulisan ini tidak begitu saja diterima dan dimuat oleh Mba Asma dalam antologi nya. Butuh beberapa kali revisi dan penambahan untuk menyempurnakan karya perdana ini, agar layak dipublikasikan. Dan syukurlah, kerja keras dan kesungguhan itu berbuah manis juga. Tahun 2013 adalah kegembiraan pertama saya menyaksikan kisah yang saya tulis, terpampang dalam sebuah buku. Meskipun nama saya hanya tercantum di halaman belakang sebagai salah satu kontributor, tetapi tidak mengurangi kebahagiaan saya diberi kesempatan berkarya di belakang nama besar seorang Asma Nadia. Karena saya yakin, akan ada saatnya nama saya sendiri tertulis dalam huruf besar di halaman pertama buku saya. Dan semoga, itu tidak akan lama lagi…

Namun, ternyata butuh banyak hal lain lagi selain tekad untuk menulis, agar saya bisa tetap komitmen dengan mimpi, membuat buku tunggal perdana. Walaupun saat itu sudah tergabung dalam Komunitas Bisa Menulis yang dikomandani oleh Isa Alamsyah dan Asma Nadia, ternyata tidak membuat karya saya semakin berkembang lagi. Saya tidak akan menyalahkan komunitas sama sekali. Ini terjadi, semata-mata karena kurang konsisten nya saya memposting karya dan ikut mengapresiasi kreasi sahabat lain, di sana. Seharusnya sebagai pembuat mimpi, saya aktif terus menerus dalam usaha untuk mewujudkannya. Dan entahlah, mungkin memang bukan KBM yang menjadi Kawah Candradimuka buat saya, untuk mewujudkan mimpi profesionalisme​ dalam menulis.

Sampai akhirnya aplikasi whatsapp masuk ke Indonesia, dan kemudian saya tergabung dalam grup WA Kepenulisan – Easy Writing yang digagas oleh Mas Nyuwan Susila Budiana.

Sumber: Easy Writing

Setelah bergabung di Easy Writing, juga karena iklim saling mendukung dan menyemangati yang diusung grup ini, pun akibat aktifnya semua anggota untuk merealisasikan kerja nyata, satu persatu karya saya berikutnya bersama kreasi sahabat lain yang terhimpun di sini, mulai diterbitkan dalam bentuk antologi. Sejak itu, semangat menulis saya semakin menguat saja. Apalagi sejak mengenal dunia publikasi karya, memahami istilah penerbit Indie dan penerbit mayor, hak dan kewajiban penulis dan pemahaman lainnya, mulai melengkapi impian saya menjadi penulis profesional yang inspiratif. Sehingga membuat saya semakin berani memvisikan impian saya dan menyisipkan tagger inspiring writer dalam setiap postingan karya saya sebagai bukti kekuatan tekad, untuk terus berusaha mencapainya.

Waktu ternyata memang membuktikan, komunitas Easy Writing lah yang mendewasakan jiwa kepenulisan saya. Semoga selalu seperti itu seterusnya…

Majalengka, 23 Maret 2017

banner 468x60

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

No Responses

Comments are closed.