SATU KARYA SEBELUM MATI, BISA…!

SATU KARYA SEBELUM MATI, BISA…!

Cukuplah kematian sebagai pelajaran

Iman yang benar menjadi kekayaan

Dan Ibadah sebagai tindakan

~Umar Ibnu AlKhattab~

Dua Minggu ini, berita kematian beberapa teman, cukup mengejutkan saya. Bagaimana tidak, karena hanya berselang dua atau tiga hari sebelumnya, saya bertemu dan bercengkrama bersama mereka, tiba-tiba berita itu datang begitu saja. Kemudian, setelah bertanya ke banyak teman lainnya, baru tahu bahwa memang sudah agak lama menderita gagal ginjal dan kanker otak, yang memang merupakan penyakit yang cukup menyeramkan.

Beberapa informasi baru itu membawa pemikiran lagi buat saya. Bahwa, ternyata banyak sekali yang tidak kita tahu, bahkan dari teman yang selama ini dekat dengan kita. Juga, ternyata, beberapa penyakit berbahaya, tidak memberikan gejala yang jelas, yang bisa menjadi dasar kita untuk pemeriksaan lebih lanjut. Maksud saya, teman yang ternyata menderita gagal ginjal, sebelumnya hanya mengeluh sakit pinggang, ketika kemudian didiagnosa gagal ginjal. Kawan yang terdiagnosa kanker otak pun, sebelumnya hanya mengalami pusing harian. Sehingga cukup terkejut, saat dokternya mengatakan bahwa dia mengidap kanker otak.

Seram…? Sudah pasti! Apalagi buat saya, yang juga sering mengalami sakit pinggang dan pusing harian seperti mereka. Meskipun setelah minum obat, rasa sakit itu berangsur mereda. Tapi, tetap saja pemikiran tentang penyakit-penyakit menyeramkan tersebut, agak menghantui saya. Bukan, bukan karena saya takut mati. Karena buat saya, kematian itu suatu keniscayaan. Artinya semua yang hidup, pasti mati. Dan saya, siap ataupun tidak, harus menerimanya. Yang saya takutkan adalah, bahwa saya belum cukup punya bekal untuk menghadap-Nya. Dan masih begitu banyak hal-hal sepele yang sia-sia yang masih saja dikerjakan.

Perenungan itu terus berlanjut menjadi, adakah di bumi ini, orang yang siap menghadapi mati? Apakah, dengan meyakini bahwa kematian adalah suatu keniscayaan, menjadikan seorang manusia siap menerima kematian, saat dia menghampiri? Padahal dalam satu hadits, Rasulullah SAW bersabda bahwa ““Orang yang paling banyak mengingat mati dan paling baik persiapannya untuk kehidupan setelah mati. Mereka itulah orang-orang yang cerdas.” (HR. Ibnu Majah no. 4259, dihasankan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Ash-Shahihah no. 1384). Dan yang paling akhir, sudahkah saya sendiri mengamalkan hadits tersebut, dengan selalu mengingat mati dan mempersiapkan bekal untuk kehidupan setelah mati?

Seperti kata peribahasa, “gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, manusia mati meninggalkan nama”, apa yang akan saya tinggalkan sebagai tanda syukur atas karunia kehidupan yang Allah berikan? Sungguh, sepertinya suatu kesia-siaan bila tak ada sedikitpun bukti, bahwa saya pernah hidup di dunia ini. Bahwa saya benar-benar mensyukuri semua anugerah hidup, kebahagiaan bersama keluarga dan nikmat lain yang tidak mungkin dihitung satu persatu. Padahal, cukup satu bukti saja bahwa seorang manusia pernah ada di atas dunia, yaitu dengan meninggalkan karya. Entah karya cipta di bidang apa pun bentuknya.

Jadi, apa yang bisa diwariskan untuk dunia, sebagai bukti keberadaan saya? Saya yang merasa bisa menjadi apa saja, apa yang sudah disiapkan sebagai peninggalan saya? Semoga tulisan ini bisa menginspirasi siapa pun yang membacanya, untuk mulai menyiapkan bekal menghadapi mati, paling tidak, bisa menggugah tekad saya pribadi untuk berkarya, untuk menghasilkan buku sebelum saya mati. SATU BUKU SEBELUM MATI, HARUS BISA…!!!

banner 468x60

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

No Responses

Comments are closed.